Selasa, 17 November 2015

Tulisan 2 Etika Akuntan dan Aturan Akuntan



Etika Akuntan
Akuntan Indonesia yang memiliki gelar Chartered Accountant (CA) memiliki 8 prinsip-prinsip dasar keprofesian yang merupakan kode etiknya, yaitu:
1.      Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional, setiap pemegang CA harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2.      Kepentingan Publik
Setiap pemegang CA berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3.      Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap pemegang CA harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dnegan integritas setinggi mungkin.
4.      Objektivitas
Setiap pemegang CA harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5.      Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap pemegang CA harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
6.      Kerahasiaan
Setiap pemegang CA harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7.      Perilaku Profesional
Setiap pemegang CA harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8.      Standar Teknis
Setiap pemegang CA harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, pemegang CA memiliki kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Aturan Etika
100. INDEPENDENSI, INTEGRITAS DAN OBJEKTIVITAS
101. Independensi.
Seorang anggota yang berpraktik bagi publik harus independen dalam pelaksanaan jasa profesionalnya sebagaimana yang ditentukan oleh standar yang dirumuskan oleh badan-badan yang dibentuk oleh Dewan.
102. Integritas dan Objektivitas.
Dalam melaksanakan setiap jasa profesionalnya, seorang anggota harus mempertahankan objektivitas dan integritas, bebas dari konflik kepentingan dan tidak secara sadar melakukan kesalahan penyajian data atau menyerahkan pertimbangannya kepada pihak lain.
200. STANDAR UMUM DAN PRINSIP AKUNTANSI.
201. Standar Umum.
Bagi semua jenis jasa, seorang anggota harus mematuhi standar profesional dan interpretasinya yang disusun oleh badan yangdibentuk oleh dewan berikut ini:
1.         Hanya melaksanakan jasa-jasa profesional yang menurut perikaraan anggota dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional,
2.         Menjalankan kecermatan profesional
3.         Merencanakan secara memadai dan mengawasi seluruh penugasan
4.         Memperoleh data relevan yang mencukupi guna memberikan dasar yang layak bagi semua kesimpulan atau rekomendasi.
202. Kepatuhan terhadap Standar.
Setiap anggota yang melaksanakan jasa auditing , review, kompilasi, konsultasi manajemen, perpajakan atau jasa profesional lainnya harus mematuhi standar-standar yang disusun oleh badan-badan yang dibentuk oleh Dewan
203. Prinsip-Prinsip Akuntansi.
Setiap anggota harus mematuhi standar pelaporan audit profesional yangdisusun oleh badan-badan yang dibentuk oleh Dewan, dalam menerbitkan laporan tentang ketaatan entitas terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
300. TANGGUNG JAWAB KEPADA KLIEN
301. Informasi Rahasia Klien.
Seorang anggota yang berpraktik bagi publik tidak boleh mengungkapkan informasi rahasia klien tanpa persetujuan khusus dari klien, kecuali untuk empat situasi khusus yang dinyatakan dalam Peraturan 301, yaitu:
1.      kewajiban yang berhubungan dengan standar teknis.
2.      Panggilan pengadilan dan ketaatan pada hukum serta peraturan.
3.      Peer Review.
4.      Respon terhadap divisi etika.
302. Fee Kontinjen
Seorang anggota yang berpraktik bagi publik tidak boleh menerima fee kontinjen dalam melakukan jasa profesional apapun. Jika ia juga melakukan jasa audit, review, atau kompilasi tertentu atas laporan keuangan atau pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif. Seorang anggota yang berpraktik bagi publik juga tidak diizinkan untuk menyiapkan SPT pajak penghasilan asli atau yang diperbaiki atau klaim restitusi pajak guna memperoleh fee kontinjen dari klien.
400. TANGGUNG JAWAB KEPADA REKAN SEPROFESI
401. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi.
Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
402. Komunikasi antar akuntan publik.
Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila menerima penugasan audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan.
Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.
Akuntan publik tidak diperkenankan menerima penugasan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan penugasan akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila penugasan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.

500. TANGGUNG JAWAB DAN PRAKTIK LAIN
501. Tindakan yang dapat didiskreditkan
Seorang anggota tidak diizinkan melakukan tindakan yang dapat merusak kredibilitas profesi.
502. Iklan dan bentuk permohonan lainnya
Seorang anggota yang berpraktik bagi publik tidak diperbolehkan untuk menggunakan iklan atau bentuk permohonan lainnya guna memperoleh klien dengan suatu cara yang salah, menyesatkan atau menipu. Permohonan yang menggunakan paksaan, melampaui batas atau cara-cara yang mengganggu tidak diperkenankan.
503. Komisi dan Fee Referal.
Seorang anggota yang berpraktik bagi publik tida boleh menerima atau membayar komisi atau fee referal bagi setiap klien jika anggota itu juga melaksanakan jasa audit, review, atau kompilasi tertentu atas laporan keuangan, atau suatu pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif klien. Untuk komisi dan fee referal yang tidak dilarang, seorang anggota harus mengungkapkan keberadaan fee tersebut kepada klien
504. Bentuk dan nama organisasi
Seorang anggota boleh berpraktik sebagai akuntan publik hanya dalam bentuk organsiasi yang diizinkan oleh hukum atau pertauran negara bagia yang karakteristiknya sesuadi dengan resolusi Dewan, dan tidak diperkenankan melakukan praktik akuntan publik dengan nama kantor yang menyesatkan.



Sumber:
·      Arens Alvin A., Randal J. Elder, Mark S. Beasley. 2008. Auditing dan Jasa Assurance. Jakarta: Erlangga.
·      Ikatan Akuntan Indonesia. 2014. Standar Akuntansi Keuangan Per Efektif 1   Januari 2015. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.



Minggu, 15 November 2015

(Tugas 3) Kantor Akuntan Publik








Big 8 (sampai dengan tahun 1989)
Kantor-kantor akuntan yang disebut sebagai The Big 8 menggambarkan dominasi delapan kantor akuntan terbesar pada abad ke-20, yaitu:
1.       Arthur Andersen
2.       Arthur Young & Company
3.       Coopers & Lybrand
4.       Ernst & Whinney (sampai dengan 1979 Ernst & Ernst bermarkas di US dan Whinney Murray    
          di UK)
5.       Deloitte Haskins & Sells (sampai dengan 1978 Haskins & Sells bermarkas di US dan Deloitte
          Plender Griffiths di UK)
6.       Peat Marwick Mitchell (yang kemudian berubah menjadi Peat Marwick)
7.       Price Waterhouse
8.       Touche Ross
Sebagian besar the Big 8 merupakan aliansi antara firma yang berasal dari British dan US pada abad ke-19 atau awal abad ke-20. Price Waterhouse merupakan UK firm yang kemudian membuka cabang di US pada 1890 dan kemudian terpisah dan berdiri sendiri. Firma Peat Marwick Mitchell merupakan gabungan firma US dan UK dan menggunakan nama yang sama pada tahun 1925. Firma lainnya menggunakan nama yang berbeda untuk domestic business (tidak menggunakan nama bersama/common names), antara lain Touche Ross tahun 1960, Arthur Young (at first Arthur Young, McLelland Moores) tahun 1968, Coopers & Lybrand tahun 1973, Deloitte Haskins & Sells tahun 1978 dan Ernst & Whinney tahun 1979.
Big 6 (1989-1998)
Kompetisi diantara kantor akuntan semakin intensif dan The Big 8 menjadi The Big 6 pada Juni 1989 ketika Ernst & Whinney merger dengan Arthur Young mejadi Ernst & Young serta Deloitte, Haskins & Sells merger dengan Touche Ross menjadi Deloitte & Touche pada Agustus 1989.
Selengkapnya The Big Six mencakup:
1.       Arthur Andersen
2.       Coopers & Lybrand
3.       Ernst & Young (Ernst & Whinney and  Arthur Young & Company merged in 1989)
4.       Deloitte & Touche (Deloitte Haskins & Sells and Touche Ross mergen in 1989)
5.       Peat Marwick Mitchell
6.       Price Waterhouse
Big 5 (1998-2002)
The Big 6 menjadi The Big 5 pada Juli 1998 ketika Price Waterhouse merger dengan Coopers & Lybrand menjadi PricewaterhouseCoopers.
Selengkapnya The Big 5 adalah:
1.       Arthur Andersen
2.       Ernst & Young
3.       Deloitte & Touche
4.       Peat Marwick Mitchell
5.       PricewaterhouseCoopers (Price Waterhouse and Coopers & Lybrand merged in 1998)
Big 4 (2002-sekarang)
The Big 4 selengkapnya adalah:
1.      Ernst & Young
2.      Deloitte Touche Tohmatsu
3.      KPMG
4.      PricewaterhouseCoopers
Arthur Andersen LPP adalah salah satu firma akuntansi terbesar di AS yang berdiri sejak 1913. Selama perjalanannya perusahan ini mmiliki reputasi sebagai kepercayaan, integritas dan etika yang penting bagi perusahaan yang di bebani auditing secara independen dan melaporkan laporan-laporan perusahaan publik, dimana akurasi investor tergantung keputusan investasi.
Di masa-masa awalnya Andersen memiliki standar-standar profesi akuntansi dan mengembangkan inisiatif-inisiatif baru pada kekuatan-kekuatan integritasnya Arthur Andersen pernah menjadi model sebuah karakter teguh hati dan integritas yang merupakan profesionalitas dalam akuntansi. Tetapi kebangkrutan klien-klien besar membuka skandal-skandal besar yang membuat firma akuntansi ini tutup.
Kebangkitan
Ketika Leonard Spacek bergabung di tahun 1947, ia mulai mengembangkan jasa konsultan kepada klien-klien besar. Selama rentang waktu 30 tahunan, bisnis konsultasi Andersen menjadi lebih menguntungkan daripada usaha aslinya.
Di Andersen, pertumbuhan menjadi prioritas dan penekanannya pada perekrutan dan mempertahankan klien-klien besar berdampak pada kualitas dan independensi audit. Fokus pada pertumbuhan ini menghasilkan perubahan yang mendasar pada budaya perusahaan.
Bisnis konsultasi Andersen menjadi yang tercepat pertumbuhannya dan paling menguntungkan dan paling berkembang pesat di dunia. Banyak yang meninjaunya sebagai model sukses yang ditiru frima-firma lainnya. Tetapi model ini menjadikan Securities and Exchange Commission (SEC) memberikan peringatan berkaitan independensi auditing. Ketua SEC yang prihatin akan hal ini menyarankan aturan-aturan baru untuk membatasi layanan di luar audit. Tetapi saran ini ditolak Andersen.
Tahun 1999 Andersen memisahkan fungsi akuntansi dan konsultasi. Namun seringkali strategi ini menjadikan persaingan di antara kedua unit yang cenderung melemahkan dan memicu kerahasiaan dan keegoisan. Komunikasi menjadi merosot, merintangi kemampuan perusahaan untuk tanggap dan bekerja efektif menghadapi krisis. Dengan pendapatan yang berkembang, unit konsultasi menuntut kompensasi dan pengakuan yang lebih besar. Perselisihan yang meruncing ini menjadikan pertikaian.
Tahun 2000 dalam pengadilan arbitrase, hakim memutuskan bahwa konsultan Andersen bisa memisahkan diri dan bekerja secara efektif. Perusahaan konsultasi berubah namanya menjadi Accenture.
Pada Januari 2001, Andersen mengangkat Joseph Berardino sebagai CEO baru dalam auditing. Tugas pertamanya adalah melacak perusahaan yang lebih kecil melalui sejumlah tuntutan hukum yang sudah ada. Andersen membayar amat mahal untuk tuntutan-tuntutan ini. Tahun berikutnya, banyak perusahaan klien Andersen meninjau ulang hubungannya dengan Andersen. Bagian selanjutnya adalah menjabarkan segelintir kasus yang membuat keruntuhan Andersen.
Keruntuhan
BFA
Skandal Baptist Foundation of Arizona (BFA) menjadi kebangkrutan terbesar perusahaan amal nirlaba dalam sejarah AS, dimana Andersen bertindak sebagai auditornya. Mereka dianggap menipu investor sebesar $570 juta.
BFA didirikan untuk menghimpun dana dan mengelola gereja di Arizona. Lembaga ini bekerja seperti bank, membayar bunga deposito yang digunakan sebagian besar untuk berinvestasi di Arizona real estate. Ini merupakan investasi yang lebih spekulatif daripada apa yang dilakukan lembaga pembaptis lainnya.
Masalah dimulai ketika pasar real estate mengalami penurunan, dan manajemen dituntut untuk menghasilkan keuntungan. Karenanya, pengurus yayasan diduga menyembunyikan kerugian  dari investor sejak 1986  dengan menjual beberapa properti dengan harga tinggi kepada entitas-entitas yang telah meminjam uang dari ayyasan yang tak mungkin membayar properti kecuali kondisi pasar real estate berbalik. Dalam dokumen pengadilan apa yang disebut dengan “skema Ponzi” setelah kasus peniupuan yang terkenal, pejabat yayasan diduga mengambil uang dari investor baru untuk membayar investor yang sudah ada untuk menjaga arus kas. Sementara itu, pejabat puncak menerima gaji. Skema ini akhirnya terurai, mengarah pada investigasi kriminal dan tuntutan terhadap BFA dan Andersen. Akhirnya, yayasan mengajukan petisi Bab 11 mengenai perlindungan kebangkrutan pada tahun 1999.
Gugatan investor terhadap Andersen menuduh perusahaan ini melakukan pemalsuan dan menyesatkan laporan keuangan BFA. Dala sebuah pernyataannya di tahun 2000, Andersen merespon rasa simpatinya kepada BFA tetapi membela keakuratan dengan opininya tentang audit. Namun setelah dua tahun penyelidikan, laporan menunjukkan bahwa Andersen sudah diperingatkan kemungkinan kegiatan penipuan oleh beberapa karyawan BFA, yang akhirnya perusahaan setuju untuk membayar $217 juta untuk menyelesaikan gugatan dengan pemegang saham pada taun 2002.
Sunbeam
Masalah Andersen dengan Sunbeam bermula dari kegagalan audit yang membuat kesalahan serius pada akuntansinya yang akhirnya menghasilkan tuntutan class action dari investor Sunbeam. Baik dari gugatan hukum dan perintah sipil yang diajukan SEC menuduh Sunbeam membesar-besarkan penghasilan melaului strategi penipuan akuntansi, seperti pendapatan “cookie jar”, recording revenue on contingent sales, dan mempercepat penjualan dari periode selanjutnya ke kuartal masa kini. Perusahaan juga dituduh melakukan hal yang tidak benar melakukan transaksi “bill-and-hold”, dimana menggembungkan pesanan bulan depan dari pengiriman sebenarnya dan tagihannya.
Akibatnya, Sunbeam dipaksa meyatakan kembali laporan keuangan selama enam kuartal. SEC juga menuduh Arthur Andersen. Pada 2001, Sunbeam mengajukan petisi kepada Pengadilan kepailitan AS Distrik Selatan New York dengan Bab 11 Judul 11 tentang aturan kebangkrutan. Agustus 2002, pengadilan memutuskan pembayaran sebesar $141 juta. Andersen setuju membayar $110 juta untuk menyeleaikan klaim tanpa mengakui kesalahan dan tanggung jawab. Sunbeam mengalami kerugian pemegang saham sebesar $4,4 miliar dan kehilangan ribuan karyawannya. Sunbeam terbebas dari kebangkrutan.
Waste Management
Andersen juga terlibat dalam pengadilan atas data akuntansi yang dipertanyakan mengenai pendapatan yang berlebih sebesar $1,4 miliar dari Waste Management. Gugatan diajukan oleh SEC atas penipuan laporan keuangan selama lebih dari lima tahun.
Menurut SEC, Waste Management membayar jasa audit kepada Andersen, yang menyarankan bahwa bisa memperoleh biaya tambahan melalui “tugas khusus”. Awalnya Andersen mengidentifikasi praktek-praktek akuntansi yang tidak tepat dan disajikan kepada Waste Management. Namun pimpinan Waste Management menolak mengkoreksi. Hal ini dilihat oleh SEC sebagai upaya menutupi penipuan masa lalu untuk melakukan penipuan masa depan.
Hasilnya, Andersen harus membayar $220 juta ke pemegang saham Waste Management dan $7 juta ke SEC. Andersen dipaksa untuk melakukan perjanjian untuk tidak melakukan laporan palsu di masa mendatang atau izin usahanya akan dicabut – suatu persetujuan yang kemudian memutuskan hubungannya dengan Enron.
Enron
Bulan Oktober 2001, SEC mengumumkan investigasi akuntansi Enron, salah satu klien terbesar Andersen. Dengan Enron, Andersen mampu membuat 80 persen perusahaan minyak dan gas menjadi kliennya. Namun, pada November 2001 harus mengalami kerugian sebesar $586 juta. Dalam sebulan, Enron bangkrut.
Departemen Kehakiman AS menmulai melakukan penyelidikan kriminal pada 2002 yang mendorong Andersen dan kliennya runtuh. Perusahaan audit akhirnya mengakui telah menghancurkan dokumen yang berkaitan dengan audit Enron yang menghambat putusan.
Atas kasus itu, Nancy Temple, pengacara Andersen meminta perlindungan Amandemen Kelima yang dengan demikian tidak memiliki saksi. Banyak pihak yang menamainya sebagai “bujukan koruptif” yang menyesatkan. Dia menginstruksikan David Duncan, supervisor Andersen dalam pengawasan rekening Enron, untuk menghapus namanya dari memo yang bisa memberatkannya.
Pada Juni 2005, pengadilan memutuskan Andersen bersalah menghambat peradilan, menjadikannya perusahaan akuntan pertama yang dipidana. Perusahaan setuju untuk menghentikan auditing publik  pada 31 Agustus 2002, yang pada prinsipnya mematikan bisnisnya.
Perusahaan Telekomunikasi
Sayangnya, tuduhan penipuan tidak berakhir pada kasus Enron. Berita segera muncul ketika WorldCom, klien terbesar Andersen, memiliki penyimpangan sebesar $3,9 miliar. Harga sahamnya kemudian jatuh dan investor melayangkan serangkaian tuntutan hukum yang mengirim WorldCOm ke Pengadilan Kepailitan. Andersen menyalahkan WorldCom dan berikeras bahwa penyimpangan tidak pernah diungkapkan kepada auditor dan bahwa ia telah memenuhi standar SEC dalam auditnya. WorldCOm balik menuduh Andersen karena gagal menemukan penyimpangan yang ada.
Selama kasus Enron dan WorldCOm berlanjut, banyak perusahaan-perusahaan lainnya dituduh melakukan penyimpangan akuntansi.
Isu-isu seputar hukum dan etika dalm pengauditan Andersen yang menyimpang
Dari kasus tersebut secara kasat mata kasus tersebut terlihat sebuah tindakan malpraktik jika dilihat dari etika bisnis dan profesi akuntan antara lain:
  • Adanya praktik discrimination of information/unfair discrimination, terlihat dari tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen yang berperan besar pada kebangkrutan perusahaan, terjadinya pelanggaran terhadap norma etika corporate governance dan corporate responsibility oleh manajemen perusahaan, dan perilaku manajemen perusahaan merupakan pelanggaran besar-besaran terhadap kepercayaan yang diberikan kepada perusahaan.
  • Adanya penyesatan informasi. Dalam kasus Enron misalnya, pihak manajemen Enron maupun Arthur Andersen mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat. Tetapi demi mempertahankan kepercayaan dari investor dan publik kedua belah pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron menjadi hancur berantakan. Bahkan CEO Enron saat menjelang kebangkrutannya masih tetap melakukan Deception dengan menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Andersen tidak mau mengungkapkan apa sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi Enron tetap dipertahankan.
  • Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan, Andersen juga telah melakukan tindakan yang tidak etis, dalam kasus Enron adalah dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Disini Andersen telah ingkar dari sikap profesionallisme sebagai akuntan independen dengan melakukan tindakan menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan.
Bukti bahwa budaya perusahaan Andersen berkontribusi terhadap kejatuhan perusahaan
Ada beberapa poin yang membuktikan bahwa budaya perusahaan berkontribusi terhadap kejatuhan perusahaan, diantaranya:
  • Pertumbuhan perusahaan dijadikan prioritas utama dan menekankan pada perekrutran dan mempertahankan klien-klien besar, namun mutu dan independensi audit dikorbankan.
  • Standar-standar profesi akuntansi dan integritas yang menjadi contoh perusahaan-perusahaan lainnya luntur seiring motivasi meraup keuntungan yang lebih besar.
  • Perusahaan terlalu fokus terhadap pertumbuhan, sehingga tanpa sadar menghasilkan perubahan mendasar dalam budaya perusahaan. Perubahan sikap lebih memprioritaskan mendapatkan bisnis konsultasi yang memiliki pertumbuhan keuntungan lebih besar lebih tinggi dibanding menyediakan layanan auditing yang obyektif yang merupakan dasar dari awal mula berdirinya Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen. Pada akhirnya ini menggiring pada kehancuran perusahaan.
  • Andersen menjadi membatasi pengawasan terhadap tim audit akibat kurangnya check and balances yang bisa terlihat ketika tim audit telah menyimpang dari kebijakan semula.
  • Sikap Arthur Andersen yang memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hokum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Akibatnya, banyak klien Andersen yang memutuskan hubungan dan Arthur Andersen pun ditutup.
Bagaimana UU Sarbanes-Oxiety bisa meminimalkan kesalahan auditor dan penyimpangan akuntansi
Akibat dari rentetan kasus itu, pemerintah AS menerbitkan Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk melindungi para investor dengan cara meningkatkan akurasi dan reabilitas pengungkapan yang dilakukan perusahaan publik. Kegagalan ini menimbulkan krisis yang serius terhadap kredibilitas akuntansi, pelaporan, dan proses tata kelola perusahaan sehingga oleh politisi AS diciptakan kerangka kerja baru terhadap akuntabilitas dan tata kelola perusahaan melalui Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk memulihkan kepercayaan yang cukup dan untuk menjadikan pasar modal kembali berfungsi normal.
Undang-Undang Sarbanes-Oxiety bisa menetapkan pedoman dan arah baru untuk perusahaan dan bisa untuk pertanggungjawaban kepada divisi akuntansi. Dengan adanya tindakan ini , bisa untuk memerangi penipuan sekuritas dan akuntansi. Dan untuk menekankan kepada independensi dan kualitas, membatasi kemampuan perusahaan untuk menyediakan keduanya yaitu non-audit dan jasa untuk klien yang sama dan memerlukan tinjauan berkala audit perusahaan, agar hasilnya bisa memuaskan.
Beberapa perubahan yang ditentukan dalam SOX memiliki beberapa tujuan, diantaranya:
  • Untuk menjamin independensi auditor. Kantor Akuntan Publik dilarang memberikan jasa non-audit kepada perusahaan yang diaudit.
  • Membutuhkan persetujuan dari audit committee perusahaan sebelum melakukan audit. Setiap perusahaan memiliki audit committee ini karena definisinya diperluas, yaitu jika tidak ada, maka seluruh dewan komisaris menjadi audit committee.
  • Melarang Kantor Akuntan Publik memberikan jasa audit jika audit partnernya telah memberikan jasa audit tersebut selama lima tahun berturut-turut kepada klien tersebut.
  • Kantor Akuntan Publik harus segera membuat laporan kepada audit committee yang menunjukkan kebijakan akuntansi yang penting yang digunakan, alternatif perlakukan-perlakuan akuntansi yang sesuai standar dan telah dibicarakan dengan manajemen perusahaan, pemilihannya oleh manajemen dan preferensi auditor.
  • KAP dilarang memberikan jasa audit jika CEO, CFO, chief accounting officer, controller klien sebelumnya bekerja di KAP tersebut dan mengaudit klien tersebut setahun sebelumnya.
Berkaitan dengan pemusnahan dokumen, SOX melarang pemusnahan atau manipulasi dokumen yang dapat menghalangi investigasi pemerintah kepada perusahaan yang menyatakan bangkrut.

Selain itu, kini CEO dan CFO harus membuat surat pernyataan bahwa laporan keuangan yang mereka laporkan adalah sesuai dengan peraturan SEC dan semua informasi yang dilaporkan adalah wajar dan tidak ada kesalahan material. Sebagai tambahan, menjadi semakin banyak ancaman pidana bagi mereka yang melakukan pelanggaran ini.

Sumber:
  Arens Alvin A., Randal J. Elder, Mark S. Beasley. 2008. Auditing dan Jasa Assurance.Jakarta: Erlangga.