Selasa, 06 Mei 2014

ANTITRUST LAW : SALAH SATU BENTUK KONTROL DALAM MENCIPTAKAN DUNIA USAHA YANG SEHAT DAN BERADAP (Perbandingan Lahirnya Antitrust Law di Amerika dan Indonesia)


ANTITRUST LAW : SALAH SATU BENTUK KONTROL
DALAM MENCIPTAKAN DUNIA USAHA YANG
SEHAT DAN BERADAP (Perbandingan Lahirnya Antitrust Law
di Amerika dan Indonesia)

Dyah Ochtorina Susanti, SH., MHum



III
B.2. RUANG LINGKUP DAN TUJUAN YANG INGIN DICAPAI OLEH KEDUA NEGARA DALAM MEMBENTUK    
        ANTITRUST LAW TERKAIT DENGAN USAHA UNTUK MENCIPTAKAN DUNIA USAHA YANG SEHAT
        DAN BERADAP.
B.2.1. RUANG LINGKUP ANTITRUST LAW
B.2.1.1. DI AMERIKA
    Ruang lingkup antitrust law Amerika ini saling menutup dan menyempurnakan satu dengan yang lainnya. Ruang lingkup antitrust law tersebut adalah :
1.       Sherman Act 1890
Ada dua bagian yang terpenting dari Sherman Act yaitu :
a. Larangan untuk membuat kontrak atau persekongkolan yang menghalangi perdagangan (contracy combination or conspiracy in restraint of trade).
       Larangan ini terdapat dalam pasal 1 yang berbunyi :
      “Every contract, combination in the form of trust or otherwise, or conspiracy, in restrain of trade or     
       commerce among the several states, or with foreign nations, is nearby declarated to be illegal “.
b.Rumusan tentang monopoli sebagai perbuatan yang mengandung anasir kriminal. Ini terdapat dalam pasal 2 yang berbunyi :
“Every person who shall monopolize, or attempt to monopolize, or combine or conspire with an other    personot persons, to monopolize any part of the trade or commerce among the several states, or with foreign nations, shall be deemed guilty of feloni”.
       Ketentuan dalam pasal 1 ini jelas berbeda dengan ketentuan pasal 2, dimana perbedaan tersebut      
       adalah:
1. Pasal 1, mensyaratkan kegiatan kolektif karena satu orang tidak dapat melakukan persekongkolan atau konspirasi.
2. Pasal 1 adalah perjanjian ( agreement ),sedangkan dalam pasal 2 yang dilarang adalah penyalagunaan kekuatan monopoli dengan cara– cara melanggar hukum. Intinya ialah bahwa yang dilarang dalam pasal 2 Sherman Act bukanlah monopoli itu sendiri melainkan monopolisasi yakni cara – cara ataupun metode – metode yang dapat menciptakan monopoli.
2.       Clayton Act (1914)
Clayton Act ini merupakan penyempurnaan dari Sherman Act 1890, karena terdapat kelemahan yang urgen dalam Sherman Act, yaitu perumusannya yang mengabaikan faktor analisis struktur pasar sebagai bagian yang penting dalam mendeteksi terbentuknya proses monopolisasi.
Menurut Clayton Act 1914, praktek-praktekbisnis yang masuk ke dalam kategori praktek bisnis yang secara substansial telah mengurangi persaingan atau cenderung menciptkan monopoli :
a. Melakukan tindakan diskriminasi harga (price discrimination) yaitu penjualan barang dengan harga yang berlainan kepada pembeli yang kondisinya sama (pasal 2);
b.Pengikat kontrak dan perjanjian eksklusif. Yakni menjual denga syarat bahwa pembeli tidak dapat melakukan transaksi atau pembelian dengan perusahaan lain selaku persaing penjual (pasal 3);
c. Melakukan merger yakni penggabungan perusahaan yang menimbulkan monopoli (mergers with or acquisitions of competitors) (pasal 8)


3.       The Federal Trade Commission Act ( 1914 )
The Federal Trade Commission Act ini sebagian besar memberikan gambaran mengenai struktur, tugas dan kewenangan dari FTC dan mekanisme – mekanisme kerja (procedures) FTC. Keberadaan The Federal Trade Commision Act 1914 ini mempunyai makna penting terhadap pelaksanaan antitrust law.
4.       Robinson-Patman Act (1936)
Robinson-PatmanAct ini, disahkan pada 1936.  Merumuskan persoalan yang berkaitan dengan kekuasaan yang besar dari chain stores untuk menetapkan harga yang diskriminatif sifatnya.
5.       Celler-Kefauver Antimerger Act
Celler-Kefauver Antimerger Act juga menegaskan kembali Clayton Act, dimana ruang lingkup pengaturannya adalah mengenai pelarangan kecenderungan pemusatan kekuatan pasar. Celler-Kevaufer Antimer ger Act menegaskan :
“ Prohibits any corporation from acquiring the assets of another where the effect is to reduce competition substantially or to tend to create a monopoly

B.2.1.2. DI INDONESIA
Di Indonesia, ruang lingkup hukum persaingan usaha diatur dalam 1 ( satu ) undang – undang, yaitu UU no. 5 / 1999 yang terbagi menjadi 3 bagian besar pelarangan, yaitu :
1. Perjanjian yang dilarang
Maksudnya adalah perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, seperti, oligopsoni, penetapan harga,pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni integrasi vertikal, perjanjian tertutup, perjanjian dengan pihak luar negeri.
2. Kegiatan yang dilarang
Maksudnya adalah kegiatan yang berdampak tidak baik bagi persaingan pasar, yang meliputi, monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, persekongkolan.
3. Posisi dominan di pasar
Posisi dominan ini meliputi, pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing, pembatasan pasar dan pengembangan teknologi, menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar, jabatan rangkap, pemilikan saham, merger-akuisisi dan konsolidasi.
Sedangkan mengenai sistematika UU no. 5 / 1999 tersebut secara substansi mengatur tentang :
1. Perjanjian yang dilarang
2. Kegiatan yang dilarang
3. Penyalagunaan posisi dominan
4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
5. Tata cara penanganan perkara
6. Sanksi – sanksi
7. Perkecualian – perkecualian

B.2.2. TUJUAN ANTITRUST LAW
Secara umum, tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing negara dalam membuat antitrust law adalah sama, yaitu :
1. Menjaga kelangsungan persaingan ( Competition ), maksudnya adalah :
a. Persaingan perlu dijaga eksistensinya demi terciptanya efisiensi, baik bagi masyarakat konsumen   
       maupun bagi setiap perusahaan.
b. Apabila perusahaan bersikap efisien, maka memungkinkan mereka untuk dapat menjual barang-   
    barang atau jasa dengan semurah – murahnya.
2. Mencegah penyalahgunaan kekuatan ekonomi(prevention of abuse of economic power )
3. Melindungi konsumen ( protection of consumers )

Berdasarkan tujuan umum tersebut, ada 2 ( dua ) efisiensi yang ingin dicapai oleh antitrust law yaitu :
1. Productive efficiency, ialah efisiensi nagi perusahaan dalam menghasilkan barang – barang atau jasa -   
    Jasa.
2. Allocative efficiency, ialah efisiensi bagi masyarakat konsumen.
Disamping tujuan secara umum, secara khusus antitrust law mempunyai tujuan tersendiri, bergantung pada kondisi masing –masing negara pembuatnya. Berikut ini tujuan dari masing – masing negara.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim G. Nusantara. Et All. 1999. Analisa dan Perbandingnan UU Antimonopoli. Jakarta: Media Komputindo

Achmad Ali.2002. Menguak Tabir Hukum. Jakarta: Gunung Agung

Arie Siswanto. 2002. Hukum Persaingan Usaha. Jakarta: Ghalia Indonesia

Ayudha D. Prayoga, Et All. Tanpa Tahun. Persaingna Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya Di Indonesia. Jakarta: Elips

David M Trubek dalam Afifah Kusumadara. 2005. Diktat Kuliah Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi: Max Weber on Law The Rise of Capitalism. Malang: Pasca Sarjana

Sultan Remi Sjahdeini. 2002. Jurnal Hukum Bisnis: Latar Belakang, Searah dan Tujuan UU Larangan Monopoli, Volume 19: Mei-Juni 2002

Colombia Encyclopedia, Sixth Edition, Clayton Antitrust Act.
 www.google.com. Diakses Minggu 28 Februari 2010


Nama kelompok : Afra Nissa                            (20212308)
   Canya Pramesthi Rastha M   (21212552)
   Genialfi Mia Gustama            (28212138)
   Isna Isniyati                          (23212850)
Kelas                 : 2EB12



Tidak ada komentar:

Posting Komentar