Pasar bebas Indonesia
dan cina
Sejak disepakatinya perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) dimulai tanggal 1 Januari 2010, produk jadi dari China membanjiri pasar domestik. Kawasan perdagangan baru mulai bermunculan dan kawasan perdagangan lama juga ikut ramai. Organisasi Perdagangan Dunia mengatakan, setidaknya sekitar 400 kawasan perdagangan beroperasi pada tahun 2010. Hal ini menjadikan langkah awal menuju perdagangan global liberalisasi yang luas.
Sejak disepakatinya perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) dimulai tanggal 1 Januari 2010, produk jadi dari China membanjiri pasar domestik. Kawasan perdagangan baru mulai bermunculan dan kawasan perdagangan lama juga ikut ramai. Organisasi Perdagangan Dunia mengatakan, setidaknya sekitar 400 kawasan perdagangan beroperasi pada tahun 2010. Hal ini menjadikan langkah awal menuju perdagangan global liberalisasi yang luas.
Selain itu, China yang memiliki penduduk sekitar 1,4 miliar jiwa dan daerah yang sangat
luas menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan industri dan perdagangan.
China seolah menjadi harapan besar untuk mendongkrak omzet perdagangan
industri.
Setelah satu tahun disepakatinya perdagangan bebas
ACFTA ini, neraca perdagangan Indonesia-China menunjukkan nilai surplus bagi
China. Namun begitu, Indonesia masih mempunyai peluang untuk surplus asalkan
ada upaya-upaya nyata dari pemerintah untuk mendongkrak ekspor barang jadi ke
China.
Duta Besar Republik Indonesia untuk China Imron
Cotan mengatakan, walaupun Indonesia mengalami defisit, tapi peluang untuk
surplus masih ada, mengingat pasar di China sangat besar. ”Selama ini ekspor
yang kita lakukan ke China masih berupa energi dan minyak serta bahan baku.
Belum banyak produk yang kita bisa ekspor ke China, terutama hasil perkebunan
dan buah-buahan, karena mereka miskin akan sumber daya alam,” kata Imron di
Beijing, Kamis (13/1/2011).
Hingga akhir 2010, tercatat neraca perdagangan
Indonesia-China berada dalam posisi 49,2 miliar dollar AS dan 52 miliar dollar
AS. Artinya, barang Indonesia yang diekspor ke China nilainya 49,2 miliar
dollar AS, sedangkan barang China yang diekspor ke Indonesia nilainya 52 miliar
dollar AS. Neraca perdagangan Indonesia defisit sekitar 2,8 miliar dollar AS.
Namun, Imron menambahkan, neraca ini berdasarkan catatan China.
Sedangkan menurut catatan Indonesia, defisit yang
dialami Indonesia sebenarnya sekitar 5 miliar-7 miliar dollar AS. ”Perhitungan
di Indonesia hanya mencatat FOB, harga barang saja. Sedangkan China juga
menghitung ongkos kirim dan asuransi. Tidak ada yang salah dengan perhitungan
ini karena kita hanya menjual barang tanpa mau mengurus ongkos kirim hingga
barang selamat sampai di tempat. China mendapatkan keuntungan lebih dari ongkos
kirim ini,” papar Imron.
Imron menjelaskan, ketika ACFTA ini belum
dijalankan, posisi neraca perdagangan Indonesia-China adalah surplus untuk
Indonesia. Namun, nilai transaksinya masih sangat kecil. Pada 2009, impor China
dari Indonesia sebesar 17,1 miliar dollar AS, sedangkan impor Indonesia dari
China sebesar 13 miliar dollar AS. Jika dilihat dari nilai, setelah ACFTA nilai
transaksi justru melambung secara signifikan.
Walaupun secara keseluruhan neraca perdagangan
Indonesia mengalami defisit, tetapi di empat provinsi yang menjadi pusat
perdagangan, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus. Keempat provinsi
itu adalah Guangdong, Fujian, Guangxi, dan Hainan. Konsul Jenderal Republik
Indonesia untuk China Edi Yusuf mengatakan, nilai neraca perdagangan Indonesia
dengan keempat provinsi China itu pada 2010 mengalami peningkatan yang cukup
tajam.
Jika pada tahun 2009 nilai ekspor China (empat
provinsi) ke Indonesia mencapai 3,36 miliar dollar AS, pada tahun 2010
meningkat menjadi 6,13 miliar dollar AS. Sementara untuk nilai impor China dari
Indonesia pada tahun 2009 mencapai 4,3 miliar dollar AS, dan pada tahun 2010
mencapai 6,86 miliar dollar AS.
Barang-barang yang diimpor dari China sebagian besar
berupa perkakas listrik, mesin, produk besi baja, tekstil, keramik, plastik,
makanan olahan, garmen, kerajinan tangan, pupuk, aluminium, produk makanan dan
minuman, serta produk laut.
Sedangkan produk yang ekspor dari Indonesia ke China
adalah minyak bumi, mesin listrik, minyak makan, kertas, kayu, karet, bijih
besi, dan tin.
”Potensi investasi yang bisa dikembangkan oleh
Indonesia adalah pembangunan infrastruktur, manufaktur bahan baku industri
unggulan, pengolahan sumber daya alam, dan sebagainya,” kata Edi.
Sedangkan Duta Besar Imron mengatakan, potensi
Indonesia masih besar karena banyak produk Indonesia yang masuk ke China lewat
negara lain, misalnya manggis. ”Produk terbesar manggis ada di Indonesia.
Tetapi, mengapa China mengimpor manggis dari negara lain. Itu manggis
Indonesia,” kata Imron.
Potensi lain yang menjanjikan adalah kopi. Saat ini
kopi baru dikenal di China. Sebelumnya mereka tidak mengenal kopi. Tetapi
karena di China banyak orang asing, dan banyak orang China yang pernah tinggal
dan sekolah di luar negeri, maka budaya minum kopi makin lama makin dikenal di
China. Kebutuhan akan kopi pun mulai meningkat. Apalagi kini mulai banyak
ditemui kedai-kedai kopi dengan sasaran remaja dan profesional muda
Sumber : www.google.com
Sumber : www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar